I. BANK
Menurut Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun
1967, Bank adalah Lembaga Keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa dalam bentuk lalulintas pembayaran dan peredaran uang. Selanjutnya,
diatur pengertian bank menurut fungsinya, yaitu Bank Sentral, Bank Umum, Bank
Tabungan dan Bank Pembangunan.
Dalam
perkembangannya, terutama setelah adanya deregulasi perbankan 1 Juni 1983 dan
Paket Oktober 1988, kegiatan perbankan sudah tidak semurni definisi di atas.
Secara umum bank melayani berbagai kegiatan seperti berikut ini:
a.
Sebagai tempat
untuk penitipan atau penyimpangan uang, bank memberikan surat atau selembar
kertas dalam bentuk:
1.
Rekening Koran atau
Giro (Demand Deposit) yaitu simpanan yang setiap saat dapat diminta kembali
atau dipergunakan untuk melakukan pembayaran dengan mempergunakan chek
(perintah membayar). Kalau kita menyimpan uang dalam bentuk ini biasanya tidak
mendapatkan penghasilan dalam bentuk bunga deposito.
2.
Deposito Berjangka
(Time Deposit), yaitu simpanan yang dititipkan ke bank untuk jangka waktu
tertentu, misalnyua 1, 3, 6, dan 12 bulan. Dalam artian bahwa uang tersebut
dapat dipergunakan kalau waktu yang ditetapkan telah tiba (jatuh tempo).
Apabila penabung ingin mempergunakan deposito tersebtu sebelum jatuh tempo maka
akan dikenakan penalty (biaya tertentu). Simpanan terbentuk deposito
mendapatkan bunga.
3.
Tabungan, pada
hakekatnya sama dengan Deposito Berjangka tetapi mempunyai persyaratan
tertentu, misalnya dapat diambil sewaktu-waktutanpa penalty, bunga dihitung
secara harian dan sebagainya seperti SIMASKOT, SIMPEDES, TABANAS, TAPLUS dan
lain-lain.
b.
Sebagai Lembaga
Pembeli atau Penyalur Kredit. Dalam hal ini bank dapat memanfaatkan uang yang
disimpan oleh nasabah pada bank tersebut untuk memberikan kredit. Pemanfaatan
uang tersebut dilakukan dengan
menyalurakannya pada pihak yang mebutuhkan kredit, atau dibeikannya surat-surat
berharga yang menghasilkan tingkat bunga, atau malah bank melakukan Pembelian
Saham.
c.
Sebagai Perantara
dalam Lalu-lintas Pembayaran. Bank bertindak sebagai penghubung antara nasabah
yang satu dengan yang lainnya jika keduanya melakukan transaksi. Dalam hal ini
kedua orang tersebut tidak secara langsung melakukan pembayaran tetapi cukup
memerintahkan pada bank untuk menyelesaikannya.
Mekanismenya
adalah sebagai berikut: “Seseorang yang memiliki rekening giro (positif) di
bank dapat menulis chek sebagai perintah membayar kepada bank.
Dengan
menunjukan chek ini kepada bank, maka bank akan membayar sesuai dengan nilai
yang tertulis dalam chek. chek bisa bersifat atas nama (hanya orang yang
tertera namanya di dalam chek yang bisa menguangkan) atau atas tunjuk (semua
orang yang bisa menunjukan chek bisa menerima pembayaran) Bila si penerima cek
tersebut telah menjadi nasabah bank tersebut, maka dia bisa memerintahkan bank
untuk melakukan pemindah bukuan. Instruksi
memindahkan uang mempergunakan surat yang disebut “Bilyet Giro”. Kalau
keadaannya seperti ini maka dapat dihindari adanya penggunaan cek kosong dalam
pennyelesaian transaksi.
Disamping itu bank juga
menyelenggarakan jasa-jasa lain, misalnya pengiriman uang, jual-beli saham dan
valuta asing serta menagih uang atas nama langganan (Inkaso). Sering bank
menawarkan jasanya dalam penyimpanan barang-barang berharga.
II. Bank Umum
Bank umum adalah lembaga keuangan yang memberikan layanan
jasa-jasa keuangan. Bank sebagai
financial intermediary mempunyai
peran yang penting dalam perekonomian. pengelolaan bank membutuhkan adanya
keterpaduan antara dua tujuan/kepentingan. Bank sebagai lembaga yang mencari
keuntunngan, juga harus mempertimbangkan juga masalah keamanan dan likuiditas.
Semakin likuid sebuah assets akan semakin kecil yang bisa dihasilkann oleh
assets tersebut. Bank harus mempertimbanngkan trade-off antara likuiditas
dan profitabilitasnya.
Dalam pengelolaan bank harus dipertimbangkan jangka
waktunya karena dalam mengelola bank harus dipertimbangkan tujuan yang akan
dicapai baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. dalam jangka pendek
bank bertujuan memelihara likuiditasnya, sedangkan jangka panjangnya adalah
mencari keuntungan.
Pencapaian tujuan bank baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang ditentukan oleh beberapa faktor seperti falsafah yang dianut,
biaya minimum, dan faktor lain. Falsafah pengelolaan bank dikenal ada 2 macam
yaitu:
a. Pola Agresif, yaitu lebih menekankan
pada tujuan pencapaian keuntungan sehingga dalam pola ini lebih disukai adanya
resiko. Bank akan selalu mencarialternatif sumber dari luar daripada hanya
mengandalkan kemampuan dari dalam. dalam pola ini profabilitas mempunyai
operanan.
b. Pola Konserfatif, lebih menyukai tidak adanya resiko sehingga likuiditas bank akan selalu
terjaga (aman). Dalam pola ini bank lebih menekankan pada penggunaan dana
intern daripada mengandalkan pinjaman dari luar. Pola Konserfatif lebih
mengutamakan keamanan daripada profitabilitasnya.
III. Bank BPR
BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan
hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.
Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank
Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa
(LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha
Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi
Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tata
cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan tersebut diberlakukan karena mangingat bahwa
lembaaga-lembaga tersebut talah berkembang dari lingkungan masyrakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh
masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui.Oleh karena itu, UU
Perbankan Nomor 7 ahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga
dumaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan
pengawasan, maka persyaratan dan tata cara pemberian status lembaga-lembaga
dimaksud ditetapkan dengan Peratutan Pemerintah.
IV. Perkembangan Perbankan di
Indonesia
Memasuki tahun 1990-an, BI mengeluarkan Paket Kebijakan
Februari 1991yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam
pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967.
Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum
dan BPR.
UU Perbankan 1992 juga menetapkan berbagai ketentuan
tentang kehati-hatian pengelolaan bank dan pengenaan sanksi bagi pengurus bank
yang melakuakn tindakan sengaja yang merugikan bank, seperti tidak melakukan
pencatatan dan pelaporan yang benar, serta pemberian kredit fiktif, dengan
ancaman hukuman pidana. Selain itu, UU Perbankan 1992 juga member wewenang yang
luas kepada Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap
perbankan.
Pada periode 1992-1993, perbankan nasional mulai
menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya kredit macet yang menimbulkan beban
kerugian pada bank dan berdampak keengganan bankuntuk melakukan ekspansi
kredit. BI menetapkan suatu program khusus untuk menangani kredit macet dan
membentuk Forum Kerjasama dari Gubernur BI, Menteri Keuangan, Kehakiman, Jaksa
Agung, Menteri/Ketua Badan Pertahanan Nasional, dan Ketua Badan Penyelesaian
Piutang Negara. Selaian kredit macet, yang menjadi penyebab keengganan bank dalam
melakukan ekspansi kredit adalah karena ketatnya ketentuan dalam Pakfeb 1991
yang membebani perbankan. Hal itu ditakutkan akan mengganggu upaya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Maka, dikeluarkan Pakmei 1993 yang melonggarkan ketentuan
kehati-hatian yang sebelumnya ditetapkan dalam Pakfeb 1991. Berikutnya, sejak
1994 perekonomian Indonesia mengalami booming economy dengan sector property
sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik bagi investor asing.
Pakmei 1993 ternyata memberikan hasil pertumbuhan kredit
perbankan dalam waktu yang sangat singkat dan melewati tingkat yang dapat
memberikan tekanan besar mengalir deras ke berbagai sector usaha, terutama
property, meski BI telah berusaha membatasi. Keadaan ekonomi mulai memanas dan
inflasi meningkat.
Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tersebut
diatur kembali struktur perbankan, ruang lingkup kegiatan, syarat pendidikan,
peningkatan perlindungan dana masyarakat dengan jalan menerpakan prinsip
kehati-hatian dan memenuhi persyaratan tingkat kesehatan bank, serta
peningkatan profesionalisme para pelakunya. Dengan undang-undang tersebut juga
ditetapkan penataan badan hukum bank-bank pemerintah, landasan usaha bank
berdasarkan prinsip bagi hasil (syariah), serta sanksi-sanksi ancaman pidana
terhadap yang ,melakukan pelanggaran ketentuan perbankan.
Sebagai rangkaian kebijakan deregulasi dengan
mengantisipasi perkembangan sebagaimana diuraikan di atas, pada 17 Desember
1990 Bank Indonesia menetapkan Pola Dasar Pengawasan dan Pembinaan Bank yang
dimaksudkan untuk menyesuaikan pola pengawasan dan pembinaan bank agar tetap
diarahkan untuk meningkatkan kedewasaan dan kemandirian dalam pola piker dan
sikap yang bertanggungjawab dalam mengamankan kepentingan masyarakat serta
menunjang pembangunan ekonomi.
Pola dasar pengawasan dan pembinaan bank harus
dikembangkan sebagai konsep yang terintegrasi dengan dunia perbankan dan
pihak-pihak lain yang terkait. Untuk meningkatkan praktek kehati-hatian bagi
perbankan, Bank Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan tanggal 28 Februari 1991
(Pakfeb 1991) tentang Pennyempurnaan Pengawasan dan Pembinaan Bank, yang
memulai penerapan rambu-rambu kehati-hatian yang mengacu pada standar perbankan
internasional yang antara lain meliputi ketentuan mengenai Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum. Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif.
Bertalian dengan ketentuan
pasal 54 Undang-undang Perbankan 1992 yang menetapkan bahwa bank pemerintah
harus menyesuaikan bentuk hukum lembaga selambat-lambatnya setahun sejak
dikeluarkannya undang-undang tersebut, Bank Indonesia membantu bank-bank yang
bersangkutan termasuk pemegang saham yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri
Keuangan untuk melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan dalam rangka
mewujudkan penyesuaian yang diwajibkan. Sebelumnya berakhir batas waktu,
ketujuh bank pemerintah telah dapat melakukan penyesuaian sehingga untuk
selanjutnya nama resmi yang digunakan oleh bank-bank tersebut adalah:
1. Bank Negara Indonesia
(Persero)
2. Bank Bumi Daya (Persero)
3. Bank Rakyat Indonesia
(Persero)
4. Bank Dagang Negara (Persero)
5. Bank Ekspor Impor Indonesia
(Persero)
6. Bank Pembangunan Indonesia
(Persero) dan
7. Bank Tabungan Negara
(Persero)
Dengan telah ditetapkannya semua bank pemerintah sebagai
bank umum yang kedudukannya sama dengan bank-bank umum lainnya, serta yang
berlandaskan hanya pada satu undang-undang, kebijakan Bank Indonesia yang
khusus ditujukan kepada bank pemerintah pada masa yang lalu, sejak saat itu
ditiadakan. Perlakuan Bank Indonesia terhadap bank pemerintah baik dalam
pemberlakuan ketentuan perbankan maupun dalam pelaksanaan pengawasan dan
pembinaan bank disamakan dengan perlakuan terhadap bank-bank umum lainnya.
Terkait dengan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip
bagi hasil (syariah) pada tanggal 30 Oktober 1992 diterbitkan Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 1990 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Dalam
ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank yang memilih kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan sebagai bank
konvensional, demikian sebaliknya.
Kegiatan operasional bank berdasarkan prinsip bagi hasil
baik dalam penghimpunan dan penanaman dana maupun dalam pemberian jasa
perbankan lainnya serta dalam hal resiko usaha pada dasarnya sama dengan bank
konvensional. Yang membedakan adalah bahwa imbalan semua transaksi perbanka
tidak didasarkan pada system bunga melainkan atas dasar prinsip jual beli
sebagaimana digariskan dalam syariah (hukum) islam.
V. Kondisi Terakhir Perbankan di Indonesia
Kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski
tekanan krisis keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari
berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit
perbankan. Perekonomian Indonesia masih mengalami pasang surut, pemerintah melakukan
kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan secara bertahap pada
sector keuangan dan perekonomian. Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi
dan debirokratisasi adalah upaya untuk membangun suatu system perbankan yang
sehat, efisien, dan tangguh. Dampak dari over regulated terhadap perbankan
adalah kondisi stagnan dan hilangnya inisiatif perbankan. Hal ini mendorong
Bank Indonesia melakukan deregulasi perbankan untuk memodernisasi perbankan
sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada
periode tersebut.
Daftar Pustaka:
Peni Sawitri dan Eko Hartanto, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Gunadarma,
Jakarta ,2007
Let me tell you something...
BalasHapusWhat I'm going to tell you might sound really creepy, maybe even kind of "out there"....
HOW would you like it if you could simply push "Play" to listen to a short, "miracle tone"...
And miraculously bring MORE MONEY into your life?
I'm talking about hundreds... even thousands of dollars!!
Sounds way too EASY? Think it's IMPOSSIBLE??
Well then, Let me tell you the news.
Usually the greatest miracles life has to offer are the easiest to RECEIVE!!
Honestly, I will PROVE it to you by allowing you to PLAY a real-life "miracle money-magnet tone" I developed...
YOU simply hit "Play" and watch how money starts piling up around you... starting almost INSTANTLY...
GO here NOW to play this magical "Miracle Money Tone" - as my gift to you!!
Mohegan Sun | Casino and Resort in CT - JTM Hub
BalasHapusHotel deals on Mohegan Sun 김포 출장샵 in Uncasville, CT - Book 속초 출장안마 online 춘천 출장샵 with JW Marriott 경주 출장안마 Uncasville, CT - Check prices, photos & maps. Rating: 4.5 제천 출장마사지 · 19 reviews · Price range: $80